
Dua pesawat milik TNI Angkatan Udara (AU) dilaporkan jatuh di wilayah Pasuruan, Jawa Timur, pada Kamis (16/11). Dua pesawat tempur taktis EMB-314 Super Tucano bernomor ekor TT-3111 dan TT-3103 tersebut diawaki masing-masing oleh dua orang.
Super Tucano dengan nomor ekor TT-3111 diisi oleh Letkol Pnb Sandhra Gunawan di kursi depan dan Kolonel Adm Widiono di kursi belakang. Sedangkan Super Tucano nomor ekor TT-3103 diawaki oleh Mayor Pnb Yuda Anggara Seta di kursi depan dan Kolonel Pnb Subhan di kursi belakang.
Kedua pesawat tempur milik Skadron Udara 21 Landasan Udara Abdulrachman Saleh Malang itu jatuh pada sesi latihan formasi atau profisiensi formation flight rute di jalur penerbangan dengan rute dari Lanud Abdulrachman Saleh menuju area latihan dan kembali ke Lanud Abdulrachman Saleh.
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara, Marsekal Pertama (Marsma) TNI Agung Sasongkojati, menyatakan keempat awak pesawat Super Tucano tersebut meninggal dunia.
Evakuasi Korban
Proses evakuasi jatuhnya pesawat Super Tucano cukup sulit, karena lokasi jatuhnya kedua pesawat sangat ekstrem, yakni berada di balik perbukitan berlapis.
Komandan Rayon Militer (Danramil) Lumbang Kapten Sutiyono mengatakan bahwa satu pesawat jatuh di Desa Jimbaran, Kecamatan Puspo. Sedangkan satu pesawat lainnya jatuh di Desa Wonorejo, Kecamatan Lumbang.
Bukan hanya itu, untuk menuju ke lokasi pesawat jatuh, jaraknya kurang lebih 7 km dari pemukiman warga. Dengan medan yang sulit, Sutiyono bersama personel gabungan dan warga melakukan evakuasi.
Beruntungnya, Warga Desa Wonorejo dan Warga Desa Jimbaran sangat antusias melakukan proses evakuasi. Karena kalau tidak dilakukan dengan cepat, proses evakuasi bisa terhalang oleh kondisi cuaca yang berkabut, gelap, dan hujan. Sutiyono juga menjelaskan lokasi kejadian tepat pada kucuran air yang cukup deras.
Pada pukul 19.00 WIB Kamis malam, Marsma TNI Agung Sasongkojati menyatakan bahwa korban terakhir sudah ditemukan dan keempat jenazah berhasil dievakuasi.
Menurut keterangannya, dua jenazah yakni Mayor Pnb Yuda A. Seta dan Kolonel Pnb Subhan sudah berada di Lanud Abdurahman Saleh Malang dan disemayamkan di hanggar, usai sebelumnya dievakuasi ke Rumah Sakit Angkatan Udara.
“Untuk saat ini sudah empat jenazah ditemukan, dan dua pesawat juga sudah kembali, jenazah sudah dibawa ke pangkalan udara. Dua jenazah menuju perjalanan ke sini (Malang). Dua jenazah yang terdahulu sudah disemayamkan hangar Skuadron-21, Lanud Abdurrahman Saleh,” ucap Agung Sasongkojati, melansir dari VOA.
Kronologi dan Penyebab Kejadian
Menurut penjelasan Marsma TNI Agung Sasongkojati, dua pesawat tempur yang jatuh awalnya melakukan terbang bersama dengan formasi empat pesawat. Pesawat tempur tersebut take off dari Lanud Abdulrachman Saleh pada pukul 10.50 WIB.
Berdasarkan rencana penerbangan, latihan itu akan dilakukan pada ketinggian 8.000 kaki atau kurang lebih 2.438,4 meter. Namun, untuk memastikan ketinggian pesawat tersebut, diperlukan data dari recorder terlebih dahulu yang saat ini dalam pencarian.
Keempat pesawat kemudian terpisah karena memasuki awan yang cukup tebal sehingga berpisah dan saling menjauh untuk menghindari terjadinya tabrakan. Namun, dua pesawat Super Tucano TT-3111 dan TT-3103 tiba-tiba hilang kontak pada pukul 11.18 WIB.
Pada saat dua pesawat lain mendarat di Lanud Abdulrachman Saleh Malang, ada laporan dari aparat teritorial bahwa terjadi pesawat jatuh di wilayah Kabupaten Pasuruan. Agung mengatakan, lokasi kecelakaan dua pesawat tempur tersebut berada pada dua lokasi yang berbeda.
Satu pesawat di sebelah utara dan satunya lagi agak ke selatan. Namun, keduanya berada di sebelah utara wilayah pegunungan, seperti melansir dari CNN Indonesia.
Menurut penuturan seorang warga Pasuruan, Muhammad mengatakan lokasi jatuhnya pesawat tersebut berada di lereng pegunungan yang biasa digunakan masyarakat untuk bertani kentang.
Camat Puspo, Eddy Santoso juga membenarkan hal tersebut. Dari informasi yang didapatkan Kepala Desa Keduwung, Rupani, pesawat Super Tucano jatuh di area perkebunan kentang warga.
Menurutnya, lokasi jatuhnya pesawat TNI AU tersebut cukup susah untuk dilalui jalur kendaraan roda empat. Pasalnya, lokasi kejadian berada di ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut. Sementara itu penyebab kecelakaan itu disimpulkan akibat faktor cuaca buruk, usai menerjang awan.
Pimpin Misi Kemanusiaan ke Palestina
Salah satu korban meninggal dunia jatuhnya pesawat Super Tucano Kolonel Pnb Subhan, dikenal sebagai penerbang profesional dan memiliki karir yang cukup bagus di militer. Mendiang rupanya pernah memimpin misi kemanusian ke Palestina. Dia merupakan Pamen TNI AU yang sukses memimpin misi kemanusiaan bersama 44 prajurit TNI AU lainnya, membawa bantuan pada 4 November lalu.
Kolonel Pnb Subhan memimpin pengantaran 26 ton bantuan kemanusiaan untuk Palestina dengan menggunakan dua pesawat Hercules TNI AU -1327 dan A-1328. Pria kelahiran Pamekasan, Madura itu sukses menempuh perjalanan pulang dengan rute Bandara Al Arish (Mesir) – Abu Dhabi (Uni Emirat Arab) – Mumbai (India) – Yangon (Myanmar) – Lanud SIM (Aceh) hingga mendarat di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur pada 8 November, seperti melansir dari Kompas.
Spesifikasi Pesawat Super Tucano
Melansir dari situs TNI AU, pesawat EMB-314 Super Tucano merupakan pesawat latih lanjut yang memiliki kemampuan anti-perang gerilya, sehingga dapat mendukung misi pengintaian, close air support, dan penumpasan pemberontak.
Pesawat Super Tucano dilengkapi dengan sistem senjata internal, yakni dua buah senapan mesin berat kaliber 12,7mm jenis FN Herstal M3P, yang ditempatkan di setiap sayapnya. Selain itu, pesawat tempur ini mampu membawa senjata eksternal yang memiliki beban hingga 1.550 kg.
Bukan hanya senjata, Super Tucano juga dilengkapi dengan sistem pertahanan diri, seperti RWR (Radar Warning Receiver), MAWS (Missile Approach Warning System), dan flare dispenser.
Melansir dari BBC, Pemerintah Indonesia memiliki 16 pesawat Super Tucano yang dibeli dari Brasil pada 2012 lalu, dan kemudian ditempatkan pada Skadron 21 Abdulrachman Saleh Malang.
Diperkirakan harga pesawat Tucano EMB-314 sekitar Rp233 miliar. Sementara Indonesia membeli 16 pesawat ini dengan total biaya sekitar Rp1,3 triliun pada tahun 2012, yang dilakukan secara bertahap.
Kedatangan Super Tucano, bertujuan untuk menggantikan pesawat OV-10F Bronco yang di-grounded karena usianya sudah tua. Pesawat ini memperkuat TNI AU setelah dibeli pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Bukan Pertama Kali Terjadi
Peristiwa jatuhnya pesawat EMB-314 Super Tucano ini bukan pertama kalinya terjadi. pada tahun 2016 lalu, jenis pesawat ini pernah jatuh di kawasan Blimbing, Kota Malang, Jawa Timur, ketika sedang menjalani latihan.
Kejadian berlangsung saat melakukan uji terbang dengan ketinggian 25.000 kaki. Pesawat tersebut telah terbang sekitar satu jam di wilayah udara Malang Raya. Namun, pesawat tiba-tiba berputar dengan bunyi raungan mesin, hingga akhirnya pesawat menukik jatuh ke pemukiman warga sekitar pukul 10.40 WIB.
Beruntungnya, awak pesawat Pilot Mayor Ivy Safatilah dan Kopilot Syaiful, sempat menyelamatkan diri dengan parasut, hingga berhasil di evakuasi ketika mendarat dengan kondisi kritis. Sedangkan pesawat Super Tucano tersebut jatuh menimpa pemukiman padat penduduk tepatnya di Jalan Laksda Adisucipto, Blimbing, Kota Malang.
Kondisi Pesawat Layak Terbang
Pihak TNI AU memastikan jika dua pesawat yang jatuh tersebut, berada dalam kondisi yang baik serta layak untuk terbang. Agung memaparkan jika kedua pesawat memiliki usia yang masih tergolong muda, serta mudah dalam hal perawatan.
“Semua pesawat itu sebelum terbang, dipastikan kondisinya baik dan bagus. Kru pesawat pun tidak ada masalah. Pesawat Super Tucano ini juga umurnya masih muda, sekitar 9 tahunan. Perawatan dan maintenance bagus serta tidak susah,” terang Agung seperti mengutip dari RRI.
Meski demikian, usai terjadinya insiden kecelakaan nahas itu, TNI AU memutuskan untuk menghentikan sementara seluruh operasional penerbangan Skadron Udara 21. Penghentian sementara dilakukan guna memeriksa lebih lanjut pesawat Super Tucano lainnya.
“Sementara ini belum ada penerbangan skadron. Sesuai yang ada dalam prosedur, kami lakukan seperti itu. Jadi kami memeriksa lagi keseluruhan pesawat,” pungkasnya.
Dianugerahi Kenaikan Pangkat Luar Biasa
Empat korban dalam peristiwa kecelakaan pesawat tempur taktis Super Tucano, mendapat kenaikan pangkat luar biasa satu tingkat lebih tinggi. Ini adalah sebagai bentuk penghargaan besar dari negara.
Dengan demikian, pangkat Kolonel Penerbang Subhan akan menjadi Marsekal Pertama TNI (Anumerta), kemudian Kolonel Adm Widiono Hadiwijaya menjadi Marsekal Pertama TNI (Anumerta).
Selanjutnya Letkol Penerbang Sandhra Gunawan, naik pangkat menjadi Kolonel Penerbang (Anumerta) serta Mayor Penerbang Yuda A. Seta menjadi Letkol Penerbang (Anumerta). Kenaikan pangkat itu juga disertai dengan pemberian fasilitas sesuai dengan pangkat masing-masing kepada para personil yang gugur.
“Naik pangkat satu tingkat. Itu dengan semua fasilitas yang diberikan kepada para personil yang gugur saat menjalankan tugasnya,” ujar Agung saat ditemui wartawan Antara di Malang, Jumat (17/11).
Dimakamkan di TMP Malang dan Madiun
Sebanyak tiga korban pesawat jatuh Super Tucano, dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Suropati, Malang. Sementara satu korban lain diterbangkan ke Madiun, guna dimakamkan di TMP Madiun.
Prosesi pemakaman digelar secara militer. Di TMP Suropati, Panglima Komando Operasi Udara II Marsekal Muda Budhi Achmadi didapuk menjadi pemimpin upacara pemakaman tersebut. Tampak hadir juga Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Madya A. Gustaf Brugman.
Mereka yang dimakamkan di TMP Suropati, Malang itu adalah Marsekal pertama (Anumerta) Subhan, Marsekal Pertama (Anumerta) Widiono Hadiwijaya dan Kolonel Pnb (Anumerta Sandhra Gunawan. Sementara pilot yang dimakamkan di TMP Madiun yakni Letnan Kolonel Pnb (Anumerta) Yudha Anggara Seta.