Gelombang Protes Atas Peraturan Menteri Soal Pencairan JHT Usia 56 Tahun

Aksi Serikat Buruh Tolak Permenaker Nomor 2 Tahun 2022

Petisi menolak Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT), muncul dan membuat heboh. Tercatat sampai berita ini dibuat pada tanggal 20 Februari 2022, sudah ada sekitar 422 ribu lebih pengguna yang membubuhkan tanda-tangan penolakan tersebut, dan jumlahnya pun terus bertambah. 

Diketahui, pencetus petisi penolakan Permenaker soal JHT usia 56 tahun itu adalah Suhari Ete. Petisi itu ditujukan kepada Joko Widodo selaku Presiden RI, Ida Fauziyah selaku Menteri Ketenagakerjaan dan Kementerian Ketenagakerjaan. 

Menurut Suhari, Permenaker JHT yang baru itu sangat merugikan para pekerja dan buruh. Pasalnya, mereka yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau yang memutuskan untuk mengundurkan diri, baru bisa melakukan pencairan dana JHT mereka ketika usia sudah memasuki 56 tahun.

“Jadi kalau sekarang buruh di PHK ketika berusia masih 30 tahun, maka yang bersangkutan baru bisa mengambil dana JHT mereka saat usia 56 tahun, atau menunggu selama 26 tahun setelah mereka di PHK,” terang Suhari. 

Suhari dalam keterangannya di petisi penolakan yang diunggah di halaman situs change.org itu juga menyorot dana yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan padahal sudah melebihi angka Rp550 triliun. Sementara pada buruh sangat membutuhkan keberadaan dana JHT mereka, yang mungkin akan digunakan sebagai modal usaha setelah mereka di PHK atau tidak lagi bisa bekerja. Terlebih, menurutnya pada aturan yang sebelumnya, para peserta bisa mencairkan sepenuhnya atau 100% dana JHT mereka setidaknya 1 bulan setelah resmi tidak lagi bekerja. 

Aturan Baru Tidak Memenuhi Keadilan

Hotman Paris yang merupakan salah satu pengacara kondang Tanah Air, memberikan peringatan kepada Menaker Ida Fauziyah agar berhati-hati dalam setiap membuat kebijakan baru, khususnya yang terkait dengan masalah JHT. 

Hotman menilai apabila kebijakan yang baru mengenai JHT baru bisa dicairkan setelah peserta berusia 56 tahun, tidak memenuhi rasa keadilan. Pasalnya, uang JHT itu secara penuh dimiliki oleh para pekerja, dan itu berasal dari potongan gaji yang mereka dapatkan setiap bulan. 

“Intinya kepada Bu Menteri untuk setiap aturan yang dibuat harus dipikirkan secara nalar, abstraksi hukum dan keadilannya,” tegas Hotman Paris saat menyampaikan pernyataan terbukanya kepada Menaker Ida lewat akun Instagram-nya. 

Praktik menahan uang yang dimiliki para buruh sampai usia yang bersangkutan memasuki 56 tahun, benar-benar telah mencederai rasa keadilan. Hotman melihat selama ini sudah ada banyak kasus, para pekerja yang terkena PHK atau karena mengundurkan diri secara sukarela, seringkali membutuhkan dana tersebut. 

“Misal ada pekerja berusia 32 tahun kemudian kena PHK, maka dia harus menunggu pencairan JHT selama 24 tahun. Selama 10 tahun lebih uang itu dikumpulkan di JHT, itu uang dia. Karena menurut aturan yang baru ini hanya bisa diambil saat umur 56 tahun. Di mana rasa keadilannya itu Bu? Itu kan seharusnya uang dia,” kata Hotman Paris. 

Hotman begitu khawatir bisa saja mereka yang sudah kena PHK harus menunggu begitu lama untuk bisa mendapatkan hak mereka dalam bentuk JHT, sudah lebih dulu jatuh miskin karena terlalu lama menjadi pengangguran. Padahal bisa saja dana tersebut betul-betul mereka butuhkan untuk memulai usaha, atau bahkan hanya untuk sekedar bertahan hidup di masa-masa sulit. Jika melihat secara hukum Hotman berpandangan pemerintah tidak memiliki alasan untuk itu. 

“Di mana logikanya ya Bu? Padahal itu kan uang dia sendiri, uang para buruh! Karena demi abstraksi hukum manapun dan nalar hukum apapun, tidak ada alasan untuk menahan uang orang lain,” tambah Hotman. 

DPR Merasa Dilangkahi

Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PAN, Saleh Daulay, mengaku bahwa selama ini Menaker Ida Fauziyah tidak pernah berkomunikasi dan berkonsultasi bersama DPR mengenai diterbitkannya Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tersebut. 

“Terkait Permenaker ini dilahirkan, memang kita tidak dikonsultasikan dulu. Minimal kan setidaknya diberitahu dulu ini akan ada Permenaker, begitu kan?” ungkap Saleh ketika menghadiri sebuah diskusi hari Sabtu 19 Februari kemarin. 

Dirinya tidak menampik bahwa kewenangan dalam pembuatan Permenaker adalah sepenuhnya diwenangi oleh pemerintah. Namun meski demikian, dirinya menilai setidaknya pihak DPR juga diajak berdiskusi, sebagai bagian dari upaya pengawasan karena pihaknya juga tidak menginginkan ada aturan turunan yang ternyata tidak sesuai dengan semangat UUD 1945 yang menjadi landasan payung hukumnya. Karena menurutnya tidak ada Permenaker yang bisa lahir tanpa adanya payung hukum.

Memang apabila Menteri Ida berdiskusi terlebih dahulu dengan pihak DPR juga akan menimbulkan bahan kritikan, namun setidaknya pihak DPR lah yang lebih dulu mengetahui daripada langsung menjadi obrolan panas di masyarakat. Apalagi ternyata pihak Komisi IX DPR baru tahu mengenai aturan itu setelah diteken oleh pihak Kemenaker. 

Saleh juga mengungkap bahwa elemen serikat buruh tidak dilibatkan dalam pembahasan Permenaker yang mengatur masalah pencairan JHT itu. Karena seharusnya apabila menyangkut upah sampai kesejahteraan para buruh, harus dilakukan pertemuan tripartit. 

“Tapi saya dengan, menurut pengakuan mereka juga tidak dilibatkan. Jangankan DPR ya, para pekerja yang memang harus masuk dalam tripartit itu menurut pengakuan mereka belum masuk dalam pembicaraan,” pungkasnya. 

Gelombang Protes Menuntut Menaker Ida Fauziyah Dicopot Dari Jabatannya

Dulu Dicabut Jokowi

Aturan mengenai pencairan dana JHT kerap mengalami perubahan selama masa pemerintahan Presiden Jokowi. Di awal periode pertama menjabat, Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2015, yang menjelaskan bahwa JHT di BPJS Ketenagakerjaan bisa dicairkan ketika peserta memasuki usia 56 tahun. Karena memicu penolakan dari masyarakat kala itu, Jokowi pun melakukan revisi atas aturan tersebut. 

Pada tanggal 12 Agustus 2015, pemerintah kembali menerbitkan PP Nomor 60 Tahun 2015, yang menjelaskan bahwa JHT bisa dicairkan satu bulan setelah peserta tidak lagi bekerja. Aturan itu pun ditindak lanjuti oleh Menteri Tenaga Kerja saat itu, yakni Hanif Dhakiri dengan menerbitkan Permenaker Nomor 19 Tahun 2015. 

Namun setelah tujuh tahun berselang, rekan satu partai Hanif yang menjabat sebagai Menaker, Ida Fauziyah, menerbitkan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022. Aturan itu yang menuai polemik sekarang, karena kembali mencantumkan syarat pencairan dana JHT harus ketika berusia 56 tahun. 

Gelombang protes pun kini terjadi di mana-mana. Terakhir, buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melakukan aksi turun ke jalan guna berdemonstrasi menolak aturan menteri yang baru itu. Pihaknya menuntut agar Menaker Ida Fauziyah mau mencabut aturan yang baru saja dibuat. Mereka juga melemparkan tuntutan kepada Presiden Jokowi agar Ida Fauziyah dicopot dari jabatannya sebagai Menaker. 

Ketua DPR Puan Maharani juga turut mengeluarkan penolakan. Dirinya menilai aturan soal pencairan JHT itu dikeluarkan di saat yang tidak tepat. 

“Kebijakan tersebut memang sesuai untuk peruntukan JHT, namun karena kurang sosialisasi dan tidak sensitif terhadap kondisi yang dialami masyarakat sekarang ini, khususnya para pekerja,” terang Puan Maharani.