Baru-baru ini, Kementerian Agama dan DPR RI mengadakan pertemuan di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta. Saat pertemuan berlangsung, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengajukan usulan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 1445 H/2024 M sekitar Rp105 juta.
Biaya tersebut mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yang hanya Rp90,05 juta per jemaah. Dalam merancang usulan BPIH, Kemenag menggunakan asumsi nilai tukar kurs dolar terhadap rupiah sekitar Rp16.000. Selain itu, asumsi nilai tukar SAR terhadap rupiah diperkirakan sekitar Rp4.266.
“Pemerintah mempertimbangkan prinsip efisiensi dan efektivitas dalam menentukan komponen BPIH, sehingga penyelenggaraan ibadah haji dapat terlaksana dengan baik, dengan biaya yang wajar,” kata Menag Yaqut dalam pernyataannya pada Senin (13/11).
Dana tersebut akan terbagi menjadi dua bagian, yakni bagian yang langsung dibayar oleh Jemaah Haji (BiPIH atau Biaya Perjalanan Ibadah Haji) dan bagian lainnya yang ditanggung oleh dana nilai manfaat (optimalisasi).
Nantinya, biaya yang dikasih oleh jemaah akan dipergunakan untuk menutup berbagai pengeluaran, termasuk biaya penerbangan, penginapan, makanan, transportasi, serta layanan di embarkasi, debarkasi, imigrasi, dan Armuzna (Arafah-Muzdalifah-Mina). Selain itu, dana tersebut juga akan dialokasikan untuk premi asuransi, perlindungan, dokumen perjalanan, biaya hidup, dan pembinaan jemaah haji.
Menurut Menag, biaya perjalanan haji dibagi berdasarkan lokasi embarkasi, dengan mempertimbangkan jarak dari setiap embarkasi ke Arab Saudi.
Penyebab Kenaikan
Hilman Latief, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, mengungkapkan bahwa kenaikan biaya haji pada tahun 2024 sekitar Rp15 juta dibandingkan dengan tahun 2023.
Hal tersebut disebabkan oleh faktor-faktor, seperti peningkatan nilai tukar Dolar AS dan Riyal, serta penambahan layanan menjadi penyebab utama.
Seperti yang dikutip dari keterangan resmi Kementerian Agama pada Kamis (16/11), Hilman menjelaskan bahwa Biaya Haji untuk tahun 2023 telah disepakati dengan mengambil asumsi kurs 1 USD sebesar Rp15.150 dan 1 SAR sebesar Rp4.040. Sedangkan, Usulan Biaya Haji untuk tahun 2024 disusun dengan mempertimbangkan kurs 1 USD sebesar Rp16.000 dan 1 SAR sebesar Rp4.266.
Perbedaan nilai tukar tersebut memengaruhi peningkatan biaya layanan yang dapat dibagi menjadi tiga kategori. Yang pertama, layanan dengan harga tetap atau tidak berubah sejak tahun 2023. Kenaikan dalam usulan BPIH 2024 disebabkan oleh perbedaan nilai tukar.
Hilman mengatakan bahwa dalam usulan transportasi bus shalawat, meskipun biaya penyediaannya tetap, terdapat kenaikan karena asumsi nilai kurs yang berbeda dari tahun ini ke tahun 2023, sehingga mencapai SAR146.
Kedua, terjadi peningkatan biaya pada layanan dibandingkan tahun sebelumnya, yang disebabkan oleh kenaikan biaya dan fluktuasi kurs. Sebagai contoh, biaya akomodasi di Madinah dan Makkah mengalami kenaikan.
Menurut pernyataan Hilman, bahwa pada tahun 2023, biaya penginapan jamaah haji di Madinah sekitar SAR1.373, dan untuk tahun ini mereka mengusulkan kenaikan menjadi SAR1.454. Hal yang sama juga terjadi di Makkah, dengan usulan kenaikan dari tahun sebelumnya.
Ketiga, terjadi peningkatan biaya pada layanan, sementara volumenya meningkat. Kenaikan ini disebabkan oleh perbedaan harga, volume, dan kurs, seperti yang terlihat pada contoh konsumsi di Makkah tahun lalu yang awalnya disetujui oleh Komisi VIII DPR untuk 44 kali makan, namun akhirnya disesuaikan menjadi 66 kali makan.
Tahun ini, diusulkan peningkatan frekuensi layanan konsumsi di Makkah menjadi 84 kali, yang terdiri dari 3 kali makan setiap hari selama 28 hari. Ini mengakibatkan perbedaan volume, dan harga konsumsi per satu kali makan juga meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, seiring dengan fluktuasi kurs.
Selain itu, Hilman menyampaikan bahwa terdapat kecenderungan peningkatan biaya tiket penerbangan haji setiap tahunnya. Sebagai contoh, pada tahun 2017, terjadi peningkatan sebesar 5%, tahun 2018 mengalami peningkatan sebesar 5,2%, dan tahun 2019 mencatat peningkatan sebesar 9,2%.
Pada tahun 2022, terdapat peningkatan sebesar 6,6% atau Rp29,6 juta, dan pada tahun sebelumnya setelah pandemi COVID-19, terjadi peningkatan sebesar 10,5%.
Dalam usulannya, Hilman menyarankan agar biaya penerbangan haji pada tahun 2024 dinaikkan sebesar 10%. Meskipun demikian, harapannya adalah bahwa keputusan final nantinya dapat lebih rendah dari angka tersebut.
Jika menghitung dengan usulan kenaikan biaya tadi, harga tiket penerbangan haji tahun 2024 diperkirakan mencapai Rp35,9 juta, sedangkan pada tahun 2023, Garuda Indonesia menetapkan harga tiket penerbangan haji sekitar Rp32,7 juta.
Hilman berharap agar penurunan harga tiket penerbangan haji dapat menyebabkan total biaya ibadah haji menjadi lebih ekonomis, dengan harapan mendapatkan harga yang lebih masuk akal dan berdampak positif pada BPIH.
Beban Berat Lembaga BPKH
Wakil Presiden RI, Ma’ruf Amin, menanggapi usulan Kementerian Agama (Kemenag) terkait rencana peningkatan biaya penyelenggaraan Ibadah Haji pada tahun 2024.
Ma’ruf Amin pada Jumat, (17/11), menyatakan bahwa subsidi untuk biaya haji selama ini jauh lebih besar, bahkan hampir separuhnya, yang mengakibatkan beban berat bagi lembaga BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji).
Dia menambahkan untuk coba mendiskusikan apakah sudah sesuai dengan perbandingan 70% atau 30% atau perlu penambahan subsidi agar beban jemaah lebih terjangkau. Hal yang penting adalah proporsional.
PKS Tak Setuju
Wisnu Wijaya, anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKS, menyatakan bahwa Fraksi PKS DPR RI tidak setuju dengan usulan pemerintah terkait biaya haji yang mencapai Rp105 juta per jemaah. Menurut Wisnu, ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan oleh Pemerintah untuk menekan biaya tersebut.
Pertama, Wisnu, yang juga seorang Anggota Panja BPIH, menekankan pentingnya membuka peluang layanan penerbangan haji kepada semua maskapai.
Kedua, berkaitan dengan pola makan atau konsumsi, Wisnu menyarankan agar pertimbangan serius diberikan terhadap pemberian uang tunai kepada jemaah sebagai kompensasi biaya makan bagi jemaah perlu dipertimbangkan serius.
Wisnu menyatakan bahwa apabila tidak ada pilihan selain menggunakan layanan katering di lokasi tersebut, ia mendesak untuk melaksanakan tender terbuka untuk katering yang sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan oleh Panja BPIH.
Ketiga, memperpendek periode haji dari 40 hari menjadi 30-35 hari yang dapat mengurangi pengeluaran signifikan di sektor perhotelan, konsumsi, transportasi, dan biaya hidup, Wisnu menilai hal itu dapat menekan pengeluaran hingga ratusan miliar.
Selain itu, Wisnu berpendapat bahwa optimalisasi penggunaan bandara lama dan baru di Jeddah, Arab Saudi, dapat meningkatkan jumlah hari yang diperlukan untuk mengangkut jemaah, sehingga tidak melebihi 25 hari.
Keempat, berkaitan dengan komponen khidmatul masyair, Wisnu menyampaikan bahwa Komisi Anti-Korupsi Saudi, Nazaha, telah mengirimkan laporan hasil penyelidikannya mengenai ketidakaturan yang terjadi selama puncak haji di Armuzna. Menurut Wisnu, biaya tinggi yang dikenakan pada layanan masyair saat itu tidak sepadan dengan kualitas pelayanan yang diberikan kepada para jemaah.
Terakhir, Wisnu kembali mendorong Kementerian Agama untuk memberikan peluang sebanyak mungkin kepada mahasiswa Indonesia di Timur Tengah untuk menjadi tenaga musiman (temus) haji pada penyelenggaraan haji tahun 1445H.
Tambahan Kuota Akan Sia-Sia
Di sisi lain, Marwan Dasopang, seorang Anggota Panitia Khusus Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIH) di Komisi VIII, mencermati permasalahan ekonomi masyarakat yang sedang mengalami kesulitan. Dia mengungkapkan keprihatinan terkait tingginya biaya haji, yang dapat menyulitkan banyak orang untuk membayar, walaupun besaran biaya yang harus dibayarkan oleh jemaah belum ditetapkan hingga saat ini.
Marwan khawatir bahwa pemberian kuota tambahan sebesar 20 ribu bisa menjadi tidak bermanfaat karena banyak orang mungkin tidak mampu membayarnya, terutama dalam waktu singkat. Terlebih lagi, kondisi ekonomi yang kurang baik diperparah dengan adanya fenomena El Nino, menjadi pertanda bahwa masyarakat sedang mengalami kesulitan ekonomi.
Dia menambahkan bahwa jumlah optimal yang dapat diperoleh masih sekitar Rp90 juta untuk BPIH-nya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa biaya yang dibayarkan oleh jemaah tidak terlalu tinggi, mengingat pembagian tanggung jawab antara jemaah dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang akan ditetapkan nanti.
Oleh karena itu, hal yang perlu dipertimbangkan adalah memastikan keamanan keuangan haji, namun tetap memperhatikan hak-hak jemaah dan tidak mengambil hak orang lain yang dikelola oleh BPKH. Sehingga, peningkatan subsidi yang lebih besar tidak dapat diabaikan. Semua aspek ini harus dipertimbangkan dengan hati-hati oleh Komisi VIII dalam menentukan ongkos haji tahun ini.
Jemaah Merasa Keberatan
Mawarni (59), seorang jemaah haji asal Bogor, menyatakan ketidaksetujuannya terhadap rencana kenaikan biaya haji tahun 2024. Ia menegaskan keberatannya sebagai calon jamaah yang akan berangkat ke Tanah Suci pada tahun depan.
“Saya sangat keberatan dengan rencana kenaikan biaya haji tahun depan karena saya menjadi salah satu jamaah yang akan berangkat tahun depan ke Tanah Suci,” kata Mawarni kepada Liputan6.com, dikutip Kamis (16/12).
Salah satu hal yang membuat jemaah kesulitan, menurut Mawarni, adalah kenaikan biaya, terutama karena banyaknya jemaah haji yang berasal dari kalangan lansia dengan kelas ekonomi menengah ke bawah. Ia berharap agar biaya haji tahun depan tetap stabil seperti tahun ini, termasuk dalam pembagian pembiayaan antara jemaah dan Pemerintah.
Mawarni juga mengatakan bahwa biaya Haji tahun ini saja sudah cukup memberatkan. Dia berharap pemerintah dapat lebih memperhatikan kondisi ekonomi masyarakat, terutama setelah pandemi Covid-19, di mana dampak terhadap pendapatan dan nilai uang masih terasai.
Sarikat Penyelenggara Umrah dan Haji Indonesia (Sapuhi) berpendapat bahwa peningkatan biaya haji pada tahun 2024 dapat memberatkan calon jemaah haji.
Menurut Wakil Sekretaris Jenderal Sapuhi Adji Mubarok, kenaikan ini dipastikan akan memberikan beban berat bagi calon jemaah haji, karena mereka harus membayar biaya haji yang mengalami kenaikan yang cukup besar.”
Dia berpendapat bahwa meskipun pemerintah menjamin adanya perubahan dalam fasilitas dan aspek lainnya, Sapuhi menyarankan agar pemerintah melakukan peninjauan lebih lanjut untuk menilai keberlanjutan kenaikan biaya haji tahun depan.
Ibadah haji seharusnya tidak hanya menjadi privilégia orang kaya. Namun, biaya pelunasan haji yang tinggi membuat beberapa orang yang sudah menabung harus menunda niat untuk melaksanakan ibadah tersebut.
Tapi, menurutnya bahwa perlu dipertimbangkan apakah para calon jemaah haji Indonesia memiliki kemampuan, apakah mereka sanggup melunasi hal ini.
Sapuhi berharap agar kenaikan biaya haji tidak menyebabkan calon jemaah mundur dari niat mereka untuk melaksanakan ibadah haji karena biayanya yang terus meningkat.