Menakar Kans Prabowo di Pilpres 2024 Setelah Beberapa Kali Kalah Nyapres

Elektabilitas Prabowo di Pilpres 2024

Hasil survei mengenai elektabilitas Prabowo Subianto di pilpres 2024 yang muncul beberapa waktu yang lalu, mendapat berbagai tanggapan di kalangan masyarakat. Elektabilitas Ketua Umum Partai Gerindra itu masih cukup tinggi, meski dalam beberapa kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) dia gagal meraih kemenangan. Sejumlah pihak menilai hal itu sangat wajar, mengingat nama Prabowo juga mampu menarik hati masyarakat di Pilpres sebelumnya. 

Tak heran, jika Prabowo kemudian digadang-gadang masih mampu untuk mengikuti Pilpres 2024 mendatang. Sejumlah lembaga survei juga telah menunjukkan bahwa tingginya elektabilitas Prabowo bisa dijadikan modal untuk dirinya kembali berkontestasi. 

Bulan Februari yang lalu, Lembaga Survei Indonesia (LSI) menggelar sebuah survei dan hasilnya nama Prabowo berada di peringkat paling atas sebagai Calon Presiden 2024. Persentase yang diraih Prabowo mencapai 22,5 persen. 

Jumlah raihan tersebut menempatkan Prabowo di atas nama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang meraih 10,6 persen. Sementara nama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berada di posisi ketiga dengan raihan 10,2 persen.

Baca juga Hasil Survei: Prabowo Masih Diidolakan, dan Masyarakat Puas Kinerja Jokowi 

Hasil survei yang tidak jauh berbeda juga ditunjukkan oleh survei yang dilakukan Lembaga Survei Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI), Senin 12 April 2021 kemarin. 

Dari hasil survei yang dilakukan KedaiKOPI, nama Prabowo bahkan mampu mengungguli Presiden Jokowi. Prabowo dipilih oleh 1.260 responden atau sekitar 24,5 persen dari keseluruhan responden yang terlibat. Jokowi sendiri mendapatkan 18,5 persen, Ganjar Pranowo sebesar 16 persen, Ridwan Kamil berikutnya dengan 13,3 persen disusul Anies Baswedan sebesar 12,5 persen. 

Kemungkinan Muncul Alternatif Baru

Sementara itu Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera saat dimintai tanggapannya terkait elektabilitas Prabowo yang masih tinggi, dia memberikan jawaban yang menarik. Mardani menyebut bahwa kemungkinan besar akan muncul sosok baru sebagai Calon Presiden di Pilpres 2024. Bahkan, kemunculan sosok baru itu mirip dengan kemunculan Jokowi saat menjelang Pilpres 2014 silam. 

“Semua masing sangat mungkin terjadi. Termasuk yang belum ada di daftar itu. Seperti halnya pasar saham, ketika pasar adem ayem, kadang menjadi peluang munculnya sosok baru dalam setahun terakhir seperti kasus Pak Jokowi di 2014 lalu,” kata Mardani. 

Mardani menjelaskan bahwa tingginya elektabilitas Prabowo sampai sekarang ini dikarenakan masyarakat yang masih memiliki harapan begitu besar kepada Menteri Pertahanan tersebut. Sementara itu pendiri KedaiKOPI Hendri Satrio mengatakan bahwa elektabilitas Prabowo yang masih cukup tinggi sebagai hal yang sangat wajar. Mengingat Prabowo sudah dua kali mengikuti kontestasi Pilpres pada 2014 dan 2019. Sisa-sisa elektabilitas yang didapat Prabowo dalam dua kali Pilpres itu, menjadi keunggulan tersendiri bagi Prabowo.

“Orang kalau ditanya calon presiden ya Prabowo, kan sudah dua kali jadi calon presiden, gitu kan. Jadi memang wajar, ini adalah sisa elektabilitas dari tahun 2014 dan juga 2019,” ungkap Hendri. 

Meski demikian, Hendri menilai bahwa tingkat elektabilitas Prabowo itu masih bisa berubah mendekati gelaran Pilpres 2024 mendatang. Namun perubahan itu bukannya terjadi penurunan, tapi sebaliknya, akan terjadi peningkatan elektabilitas asalkan tidak ada nama sosok lain yang memiliki kans dan riwayat lebih baik dari Prabowo di Pilpres 2024 nanti. 

“Sekarang belum ada nama yang bisa dibilang cukup kuat untuk menjadi Calon Presiden, karena masyarakat paham hal itu harus mendapat dorongan dari partai politik,” tambahnya.

Kader Gerindra Ingin Prabowo Nyapres

Di lain pihak, Habiburokhman selaku Wakil Ketua Umum Partai Gerindra mengatakan bahwa hingga saat ini masih banyak kader partai yang menginginkan Prabowo untuk kembali mencalonkan diri sebagai Presiden di Pilpres 2024 mendatang. Namun, sejauh ini juga belum ada keputusan bulat dari partai mengenai pencalonan di Pilpres 2024. 

“Kader Gerindra, tentu sangat ingin agar Pak Prabowo kembali nyapres. Tapi belum ada keputusan apa pun dari partai soal itu, karena tetap harus dengan persetujuan dari beliau,” tutur Habiburokhman kepada awak media. 

Saat ditanyai mengenai tingginya elektabilitas Prabowo, bagi Habiburokhman hal itu tidak lepas dari apresiasi masyarakat terhadap kinerja Prabowo sebagai Menteri Pertahanan dan dianggap sebagai salah satu elemen pemersatu bangsa, jika melihat beberapa langkah yang diambil Prabowo usai Pilpres 2019 lalu. 

Partai Gerindra pun tidak akan ambil pusing mengenai hasil elektabilitas sejumlah lembaga survei yang menempatkan nama Prabowo di peringkat paling atas. 

“Sebagian besar masyarakat sudah move on dari adanya polarisasi dampak Pilpres 2019. Pak Prabowo bekerja dengan semaksimal mungkin, menjadi elemen pemersatu bangsa,” tambahnya. 

Prabowo Menunggangi Kuda Di Hadapan Kader Gerindra

Bagi PA 212 Prabowo Sudah Habis

Di saat banyak pihak masih menginginkan Prabowo untuk kembali maju sebagai Calon Presiden, dan hasil survei sejumlah lembaga survei yang masih tinggi, hal yang berbeda justru diungkapkan oleh Persaudaraan Alumni (PA) 212 yang dulu pernah mendukung habis-habisan Prabowo dalam Pilpres. 

Bagi PA 212, Prabowo sudah selesai dan mereka berharap akan muncul calon lain yang lebih muda.

“Bagi kami, PS sudah selesai dan masih banyak kader muda yang layak memimpin negeri ini ke depan. 2024 saatnya yang muda yang berkarya,” kata Ketua Umum PA 212 Slamet Ma’Arif. 

Menurut pihaknya, masih banyak kader muda di Gerindra yang berpotensi bisa memimpin Indonesia. Bisa juga dari partai lain atau kalangan profesional lainnya. 

“Banyak juga kader muda dari Gerindra yang berpotensi memimpin negeri ini. Dari partai lain dan profesional juga masih banyak,” tambahnya. 

Beberapa sosok tokoh muda yang layak untuk dicalonkan pada Pilpres 2024 menurut PA 212 antara lain seperti Anies Baswedan, Riza Patria sampai Sandiaga Uno. 

Jejak Prabowo Di Pilpres

Seperti yang banyak dikatakan sebelumnya, tingginya elektabilitas yang masih dimiliki Prabowo Subianto tidak lepas dari kiprah dan pengalamannya selama mengikuti kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) sejak satu dekade yang lalu. Meski nasib baik sepertinya masih belum berpihak kepada Prabowo di setiap kontestasi itu. 

Pilpres 2009

Di Pilpres tahun 2009 misalnya, Prabowo menjadi Calon Wakil Presiden yang berpasangan dengan Megawati Soekarnoputri. Prabowo mencalonkan diri melalui partai bentukannya, yakni Gerindra. Kala itu, Gerindra hanya mampu mendapatkan jatah 26 kursi di DPR dari total 560 kursi yang ada. Oleh karenanya, Gerindra tidak memenuhi syarat minimal untuk bisa mengajukan calon sendiri, dan harus melakukan koalisi dengan partai lain. 

Agar koalisi bisa terbentuk, Prabowo rela menjadi Calon Wakil Presiden yang akhirnya menempatkannya berpasangan dengan Megawati Soekarnoputri dari PDIP. Mega Pro menjadi slogan pasangan tersebut, yang memiliki visi dan misi mengusung ekonomi kerakyatan sebagai bagian dari program kampanye yang mereka jalankan. 

Sayangnya, pasangan Megawati-Prabowo hanya mampu mendapatkan perolehan sebanyak 27 persen dalam ajang pemilu kala itu. Mereka kalah dari pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) – Boediono yang didukung oleh Partai Demokrat. 

Pasangan Mega-Pro Pilpres 2009

Pilpres 2014

Setelah kalah oleh SBY-Boediono, nama Prabowo justru semakin naik. Prabowo pun mampu mendapatkan dukungan dari partai lain dan membentuk koalisi yang berisi sejumlah partai seperti PAN, PKS, Golkar, PPP dan PBB. Total suara yang berhasil diraih partai-partai yang berkoalisi itu mencapai angka 48,9 persen. Sehingga Prabowo pun mengajukan diri sebagai Calon Presiden.

Prabowo kemudian menggandeng Hatta Rajasa sebagai Calon Wakil Presiden dari PAN. Mereka bersaing dengan pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Meskipun sudah mengalami kenaikan elektabilitas, namun hal itu tidak bisa membendung kekuatan Jokowi-JK yang kala itu nama mantan Walikota Solo dan mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut sedang menjadi banyak perbincangan hingga ke dunia internasional. Prabowo pun kembali menelan kekalahan. 

Menariknya, saat memenangkan ajang Pilgub DKI Jakarta, Jokowi mendapatkan dukungan dari Partai Gerindra hingga menang telak. Banyak pihak menilai, keputusan Prabowo mendukung Jokowi di ajang Pilgub DKI itu agar dirinya bisa lebih leluasa melenggang ke Pilpres. Namun kenyataan berkata lain. 

Pasangan Jokowi-JK meraih 70.997.833 suara atau sebanyak 53,15 persen. Sementara Prabowo-Hatta meraih 62.576.444 suara atau sebanyak 46,85 persen. 

Pada Pilpres 2014 ini, mungkin menjadi ajang kontestasi pemilihan presiden yang paling panas sejak reformasi. Masing-masing pendukung saling mengeluarkan strategi politik terbaik dan bahkan terjadi polarisasi kubu pendukung yang juga menciptakan konflik tersendiri di dunia maya.

Pilpres 2019

Di Pilpres 2019, Prabowo kembali mencalonkan diri sebagai Calon Presiden dan kali ini berpasangan dengan Sandiaga Uno. Tanda-tanda kekalahan Prabowo pada Pilpres 2019 mulai tercium ketika Ketua Umum Gerindra itu lebih memilih berpasangan dengan Sandiaga Uno ketimbang dengan rekomendasi Ijtima Ulama agar Prabowo menggandeng Ustadz Abdul Somad atau Salim Segaf. 

Konon alasan Prabowo memilih Sandiaga Uno karena adanya suntikan dana begitu besar yang sampai-sampai tidak bisa ditolak oleh kubu Prabowo. 

Di Pilpres 2019 ini, Prabowo masih bertarung melawan sosok yang sama, yakni Jokowi. Kubu Jokowi sendiri lebih berada di atas angin, karena menggandeng Amien Ma’ruf dari kalangan tokoh keagamaan, seperti yang seharusnya dilakukan oleh Prabowo. 

Prabowo kembali menelan kekalahan di mana pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin mendapatkan 85.607.362 suara atau 55,50 persen dan Prabowo-Sandiaga Uno mendapatkan 68.650.239 suara atau 44,50 persen. 

Situasi menjadi panas, karena Prabowo-Sandiaga menolak hasil dari rekapitulasi suara yang dilakukan KPU. Mereka pun menempuh upaya hukum dan kemudian mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. 

Seperti yang terjadi sebelumnya di Pilpres 2014, langkah hukum Prabowo ini tidak disahkan oleh MK, karena tim hukum Prabowo dinilai tidak bisa membuktikan kecurangan seperti yang telah ditujukan.

Menariknya, Prabowo kemudian melunak dan mengakui kemenangan Jokowi dan dia pun mendapatkan jabatan sebagai Menteri Pertahanan untuk membantu pemerintahan Jokowi. Mungkin ini adalah langkah terbaik yang akhirnya diambil Prabowo, karena pada akhirnya juga masyarakat bersimpati kepada sosoknya. 

Hal inilah yang sekarang ini menjadikan elektabilitas Prabowo menjadi tinggi di peringkat teratas, yang kemungkinan juga akan kembali mendorong dirinya untuk maju di Pilpres 2024 mendatang.