Menurunnya Okupansi Apartemen Selama Pandemi

Ilustrasi property apartemen

Penjualan dan hunian pasar properti di segmen apartemen senantiasa menunjukan penurunan. Terutama sejak corona melanda, sepanjang tahun ini penjualan dan penyewaan hunian kian sepi.

Penyebab anjloknya pertumbuhan ekonomi tersebut karena konsumsi rumah tangga, investasi dan konsumsi pemerintah yang turun.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi yang rendah juga dikhawatirkan akan menganggu pasar properti domestik yang dalam lima tahun terakhir memang berada di kondisi lesu. Penurunan permintaan akibat corona virus pun di perkirakan akan menekan pasokan dari pengembang.

Kondisi itu diperburuk karena hampir sebulan aktivitas kerja dan usaha masyarakat terganggu karena penerapan social distancing atau physical distancing guna memutus mata rantai penyebaran virus corona. Banyak yang bekerja di rumah, dan toko-toko tutup. Akibatnya banyak calon pembeli yang menunda pembelian properti yang direspon pengembang dengan menahan peluncuran proyek properti baru.

Adanya kebijakan PPKM oleh pemerintah, sejumlah perkantoran, restoran, hotel, pusat perbelanjaan, pabrik dan property lainnya berhenti beroperasi. Hal ini juga berdampak pada proyek properti yang terpaksa berhenti di masa pandemi Covid-19 saat ini, salah satunya okupansi apartemen.

Okupansi apartemen selama pandemi Covid-19 di Jakarta menurun drastis menjadi 13 % dari yang semula 59,8 %. Dilansir dari medcom.id, Donan Aditria selaku Director Strategi Consultancy Knight Frank Indonesia berpendapat bahwa okupansi yang tertekan saat ini terjadi karena penyewa adalah korporasi, ekspatriat yang saat pandemi banyak yang pulang ke negaranya.

Selain itu, tingkat okupansi yang melemah terjadi karena dampak kumulatif dari pembatalan penyewaan apartemen, meskipun masih banyak penghuni yang masih stabil dalam penyewaan.

Penurunan apartemen terjadi dalam segi harga sewa yang turun 14 % di banding dengan akhir tahun 2019. Harga sewa mengalami penurunan hampir secara keseluruhan.

Adanya 2 proyek di daerah Jakarta Pusat yang memberhentikan proses transaksi sewa sementara di saat pandemi Covid-19 juga menyebabkan penurunan pasokan apartemen.

Hingga akhir tahun 2020 penurunan okupansi semakin drastis hingga 40 % sampai 50 %. Faktor kondisi ekonomi sangat berpengaruh dalam penurunan okupansi apartemen.

Baca juga : Dampak Covid-19 Terhadap Bisnis Property

Kondisi makro ekonomi sangat berpengaruh terhadap permintaan produk property baik hunian bahkan komersial. Bila pertumbuhan ekonomi di Indonesia sekitar 2.5 % maka di pastikan industri tidak akan bertumbuh kembang di tahun 2020 bahkan 2021.

Okupansi apartemen saat ini adalah yang terburuk sepanjang sejarah. Developer apartemen juga mempunyai masalah lainnya yaitu harus bersaing dengan sektor perhotelan yang menawarkan layanan menginap dalam jangka waktu yang lama.

Properti komersial yang juga terdampak krisis pandemi Covid-19 adalah hotel. Pada masa ini para pengusaha property membuat hotel mati suri terlebih dahulu dari pada perkantoran dan pusat belanja. Hal itu di sebabkan karena pendapatan hotel di dapat dari harian sedangkan yang lain pendapatannya dari sewa jangka panjang dan menengah.

Bila kondisi ini terus berlanjut maka hotel yang berencana buka di tahun 2020 terpaksa di tunda pembukaannya. Hotel yang telah menutup operasionalnya sebenarnya itu adalah strategi agar menekan biaya operasional.

Jika hotel tetap nekat beroperasional dan tidak ada penghasilan dari tamu yang menginap maka akan kerugian di keuangan. Sudah ada 1266 hotel yang sudah tutup di masa pandemi Covid-19.

Apartemen yang di pasarkan pada tahun ini hanya 54 % dan paling tinggi sekitar 65 %. Harga apartemen itu sendiri paling murah 20 juta per m2 dan termahal sekitar 50 juta per m2.

Di masa pandemi Covid-19 berdampak batalnya peluncuran proyek apartemen di karenakan developer masih menunggu dan melihat situasi sehingga belum di luncurkan dan lebih konsentrasi ke stok yang sudah ada.