Minggu (12/11), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya. Dalam operasi tersebut, Penjabat (Pj) Bupati Sorong Yan Piet Mosso ditangkap, lantaran diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi di wilayah itu.
Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan jika OTT yang dilakukan adalah terkait dengan dugaan suap, guna mengkondisikan hasil temuan pemeriksaan yang sebelumnya dijalankan oleh tim Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Lebih lanjut, dalam OTT tersebut Firli menyebut ada sebanyak 10 orang yang berhasil diamankan. Termasuk barang bukti yang diduga sebagai bagian dari transaksi suap, yakni uang tunai senilai Rp1,8 miliar.
“Dalam kegiatan OTT ini, tim dari KPK telah mengamankan sebanyak 10 orang yang berada di dua wilayah berbeda. Dua tempat itu yakni di Kabupaten Sorong dan Jakarta,” terang Firli seperti mengutip dari Viva.
Sebelumnya, pihak KPK mengaku memperoleh informasi cukup kuat pada Minggu (12/11) tersebut. Informasi itu menyebutkan jika ada penyerahan uang suap secara tunai, yang diberikan oleh Yan Piet Mosso kepada sejumlah orang, yakni AH, DP dan DFD yang merupakan perwakilan dari PLS. Pertemuan itu diketahui terjadi di sebuah hotel yang berada di Sorong.
“Kami pun langsung bergerak, membagi dua tim guna mengamankan YPM, ES, MS, AH, DP di Sorong. Kemudian untuk PLS berhasil ditangkap di Jakarta,” lanjut Firli.
Selain uang tunai senilai Rp1,8 miliar, terhadap sebuah jam tangan dengan merk Rolex yang berhasil diamankan tim KPK. Selanjutnya, mereka yang telah ditangkap beserta dengan sejumlah barang bukti, dibawa ke Gedung Merah Putih KPK, guna dimintai keterangan lebih lanjut.
Yan Piet pun ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan kongkalikong hasil temuan pemeriksaan dengan tujuan tertentu BPK, untuk wilayah Provinsi Papua Barat. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Yan Piet pun langsung ditahan.
“Untuk kepentingan penyidikan selanjutnya, tim penyidik pun menahan para tersangka hingga 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 14 November sampai 3 Desember 2023. Mereka ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK,” pungkas Firli melalui konferensi pers yang digelar Selasa (14/11).
Pakta Integritas Dukungan ke Capres Terungkap
Pakta integritas yang mencantumkan dukungan Pj Bupati Sorong Yan Piet Mosso terhadap kemenangan Ganjar Pranowo pada Pemilihan Presiden (Pilpres 2024) telah menyebar luas di platform media sosial. Informasi ini terungkap setelah dilakukan OTT oleh KPK, di mana dokumen pakta integritas itu menjadi salah satu bukti yang diamankan.
Dalam dokumen tersebut, juga terdapat tanda tangan dari Kepala Badan Intelijen Negara Daerah (Kabinda) Papua Barat, Brigjen TNI Tahan Sopian Parulian (TSP) Silaban.
Seperti mengutip dari Rakyat Merdeka, pakta integritas yang tersebar di dalam grup WhatsApp wartawan tersebut mencantumkan lima komitmen yang diharapkan dipenuhi oleh Pj Bupati Sorong.
Pertama, mendukung dan melaksanakan secara penuh program Pemerintah Pusat di Wilayah Kabupaten Sorong. Kedua, berkomitmen untuk tidak terlibat dalam Tindak Pidana Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Ketiga, menolak sepenuhnya segala bentuk kegiatan yang bersifat separatisme dan aktivitas gerakan Papua Merdeka di wilayah tersebut.
Poin keempat menjadi sorotan utama, dimana Pj Bupati Sorong diharapkan bersedia mencari dukungan dan memberikan kontribusi suara pada Pilpres 2024, minimal sebanyak 60 persen + 1, untuk memastikan kemenangan Ganjar Pranowo sebagai Presiden Republik Indonesia (RI) di Kabupaten Sorong.
Terakhir, poin kelima menegaskan kesiapan untuk menjaga kerahasiaan sepenuhnya terkait pembuatan pakta integritas ini.
Bantah Dugaan Kecurangan
Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Mahfud, Arsjad Rasjid, memberikan tanggapan terkait dengan tersebarnya pakta integritas Pj Bupati Sorong, Yan Piet Mosso.
Arsjad menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah meminta dukungan dari pejabat negara untuk memenangkan Ganjar-Mahfud dalam Pilpres 2024, sebagaimana yang tercantum dalam pakta integritas yang beredar.
Ia menekankan bahwa timnya mengutamakan prinsip integritas dan bahwa tidak ada permintaan kepada pejabat negara untuk memberikan tanda tangan sebagai bentuk dukungan terhadap Ganjar-Mahfud.
“Tolong perhatikan tanggal dan detailnya, serta siapa yang terlibat. Namun, saya ingin menegaskan bahwa di TPN, kami sangat menekankan prinsip tata kelola dan integritas,” ujar Arsjad seperti dilansir di Harian Terbit pada Sabtu (18/11).
Sebelumnya, calon wakil presiden (Cawapres) Mahfud MD juga telah menyatakan bahwa pakta integritas tersebut diterbitkan pada bulan Agustus 2023, di mana saat itu Ganjar belum secara resmi diumumkan sebagai calon presiden (Capres).
“Pada bulan Agustus tersebut, belum ada calon yang secara resmi diumumkan,” ungkap Mahfud di Jakarta Pusat pada Selasa (14/11).
Menurut Mahfud, pakta integritas tersebut tidak memiliki implikasi hukum dan ia menilai bahwa hal tersebut tidak merugikan netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Itu tidak mengganggu netralitas ASN,” tegasnya.
Pernyataan Mahfud Tidak Etis
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Advokasi Rakyat untuk Nusantara (DPP Arun), Bob Hasan, mengungkapkan kritik terhadap Mahfud MD, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan. Bob Hasan juga menekankan perlunya presiden mencopot Mahfud dari jabatannya tersebut.
Kritik ini muncul karena Mahfud dinilai tidak pantas memberikan komentar terkait kontroversi pakta integritas yang melibatkan Pejabat Bupati Sorong, Yan Piet Mosso. Bob Hasan menyoroti status Mahfud sebagai Cawapres pendamping Ganjar Pranowo dalam Pilpres 2024.
Mengutip dari AJNN, Bob Hasan menyatakan bahwa Mahfud seharusnya tidak memberikan komentar terkait pakta integritas tersebut, karena posisinya yang terlibat dalam kontestasi politik.
Bob Hasan menyebutkan bahwa pakta ini merupakan sebuah kesalahan besar, dan yang lebih mengkhawatirkan adalah sikap Mahfud yang menganggap tidak ada masalah hukum terkait pakta tersebut. Menurut Bob, pernyataan Mahfud menimbulkan konflik kepentingan, menunjukkan sikap anti-demokrasi, dan mengindikasikan adanya penyalahgunaan kekuasaan.
“Sebagai menteri yang menangani urusan hukum dan politik, Mahfud seharusnya memahami bahwa Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2023 menetapkan bahwa pejabat kepala daerah, baik sementara maupun definitif, harus bersikap netral,” ujarnya.
Sikap Mahfud dianggap melanggar aturan, dan Bob Hasan mengusulkan pencopotan Mahfud dari jabatan Menko Polhukam untuk menghindari konflik kepentingan. Bob juga mengkritik Mahfud karena sering mencampuri urusan penegakan hukum dalam kapasitasnya sebagai seorang eksekutif.
Terbukti Siapa yang Curang
Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Nusron Wahid, menilai bahwa temuan terkait dugaan pakta integritas Pj Bupati Sorong untuk mendukung Ganjar Pranowo dalam Pemilu 2024 menunjukkan pihak yang sebenarnya melakukan tindakan curang.
“Kan akhirnya ketahuan siapa yang melakukan tindakan-tindakan tersebut. Jangan sampai nanti malu sendiri,” tukasnya, seperti mengutip dari laporan Jawa Pos.
Ia juga menyebutkan, ada pihak yang berbicara seolah menonton “drakor” politik di depan media serta mengeluh soal demokrasi yang tergusur.
“Malah mereka jadi pemeran utama dalam drakor politik itu sendiri,” katanya.
Nusron menekankan bahwa temuan terkait pakta integritas Pj Bupati Sorong harus diusut oleh lembaga hukum. Jika terbukti benar, hal ini dianggap sebagai pelanggaran serius. Nusron mengingatkan agar kepercayaan rakyat tidak terkikis karena adanya temuan-temuan di lapangan yang menunjukkan bahwa pejabat turut serta sebagai pemain dalam upaya memenangkan calon presiden tertentu, seperti yang terungkap dalam dokumen pakta integritas Pj Bupati Sorong.
Buat Kepercayaan Masyarakat Menurun
Calon presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Anies Baswedan, mencermati dugaan adanya pakta integritas yang melibatkan Pj Bupati Sorong Yan Piet Mosso, yang memberikan dukungan kepada pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Anies menyatakan bahwa dugaan tersebut dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap negara. Menurutnya, kemunculan pakta integritas menandakan bahwa aparat negara telah kehilangan sikap netral.
“Itulah yang akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap negara. Ketika aparat negara tidak lagi bersikap netral, lembaga negara yang akhirnya menjadi korban,” ujar Anies pada Jumat (17/11), dikutip dari laporan Viva.
Anies menegaskan bahwa jika ada aparat negara yang ingin menentukan pilihan politiknya, mereka seharusnya mengundurkan diri dari posisi mereka terlebih dahulu. Menurutnya, penggunaan aparat negara untuk mendukung suatu pilihan politik merendahkan martabat negara.
Kemunculan pakta integritas juga berpotensi mengakibatkan ketidakpercayaan rakyat terhadap negara. Terlebih jika melibatkan unsur kepentingan kelompok atau pribadi.
Profil Yan Piet Mosso
Saat ini, nama Pj Bupati Sorong, Yan Piet Mosso, tengah menjadi topik pembicaraan yang hangat. Selain terlibat dalam dugaan suap terkait upaya pengkondisian temuan dalam Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) BPK Provinsi Papua Barat. Ia juga terjerat dalam kasus pakta integritas yang menetapkan bahwa ia harus memastikan kemenangan Ganjar Pranowo sebagai Presiden RI di Kabupaten Sorong.
Mengutip dari Radar Sorong, Sebelum terlibat dalam kasus ini, Yan Piet Mosso telah lama aktif di dunia birokrasi. Sejak tahun 2013, ia telah menduduki berbagai jabatan strategis di pemerintahan Provinsi Papua Barat.
Sebelum menjabat sebagai PJ Bupati Sorong sejak Agustus 2022, pada tahun 2020 Yan Piet Mosso menjabat sebagai Kabag Bina Mental Spiritual Kesejahteraan Rakyat. Lalu, pada Januari 2022, Yan Piet Mosso dipercayakan oleh Mendagri sebagai Pejabat Bupati Sorong hingga saat ini. Pada tahun 2023, ia menjabat sebagai Staf Ahli Gubernur Papua Barat Daya Bidang Pelaksana Otonomi Khusus (Otsus).
Dilaporkan oleh Okezone.com, Yan Piet Mosso dinilai memiliki jumlah kekayaan tak lazim. Seperti yang tercatat pada Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), dengan sejarah jabatan yang cukup panjang dan mentereng ia “hanya” memiliki kekayaan senilai Rp49,2 juta.
Harta itu terdiri atas harta bergerak lain sebesar Rp34,2 juta, serta kas dan setara kas sejumlah Rp15 juta. Ia juga dilaporkan tidak memiliki tanah dan bangunan.